Kupasan #4: Kenapa ya?

Aloha!

Lama ga curhat di sini wkwk.
Maklum, lagi sok sibuk.

Di tengah jadwalku yang sebenernya cukup padat, aku mau meluangkan waktu sebentar untuk berbagi opini tentang keresahan yang sedang kualami. Kali ini lagi-lagi aku mau membicarakan tentang:

💖Cinta💖

Mungkin karena aku mulai memasuki tahun-tahun menuju quarter life crisis, aku jadi sering mengalami pergolakan emosi dan mulai semakin sering mempertanyakan banyak hal, tidak terkecuali perihal cinta —yang dalam konteks ini yaitu cinta dengan lawan jenis. Entah bertanya kepada diri sendiri, orang sekitar, ataupun bertanya kepada Tuhan.

Sebenarnya, kalau berbicara tentang cinta itu sendiri sepertinya ga akan ada habisnya. Milyaran buku sudah tercetak untuk mengulasnya dari berbagai macam sudut pandang dan versi kisahnya. Kebetulan nih, siang tadi aku sempat membahas topik ini dengan temen-temenku yang bikin aku jadi kepikiran sampai sekarang. Jadi, izinkan aku menuangkan keresahanku tentang cinta yang akan kubagi ke dalam beberapa bagian.
  • Apa itu cinta?
  • Kenapa hal percintaan termasuk salah satu keresahan bagiku?
  • Bagaimana harapanku ke depannya?
Bersiaplah, ambillah cemilan dan minuman untuk penyerta, karena ini akan menjadi uraian cerita yang panjang. 

Part 1: Apa itu cinta?

Dimulai dari mendefinisikan cinta. Karena aku adalah orang yang terakhir putus sama tali pusar 22 tahun yang lalu —alias sejauh ini belum pernah taken, sulit buat aku mengartikannya. Dari sekian banyak definisi cinta, ada teori terkenal yaitu Triangular Theory of Love yang dikemukakan tahun 1986 oleh Robert J. Stenberg, seorang psikolog sekaligus psikometri terkenal asal Amerika, dimana ada 3 komponen cinta: intimacy, passion, dan decision/commitment.
  • Intimacy: kedekatan, keterhubungan, dan keterikatan dalam hubungan cinta sehingga timbul kehangatan. (investasi emosional)
  • Passion: dorongan gairah romansa, ketertarikan fisik dan seksual. (keterlibatan motivasi)
  • Decision/Commitment: keputusan untuk mencintai orang lain dan komitmen untuk mempertahankan cinta itu. (keputusan kognitif)
Ketika ketiga komponen ini ada dalam suatu hubungan maka hubungan tersebut dapat disebut sebagai "cinta yang sempurna".





Aku pribadi masih merasa kesusahan dalam memahami makna cinta, apalagi menurutku cinta itu abstrak, bersifat subjektif, sangat dinamis, dan kurang ilmiah. Seringkali logikaku lebih mendominasi perasaanku dan menyepelekan cinta, memandang sebelah mata jenis emosi ini. Baru-baru ini kuketahui kalau cinta itu dapat dijelaskan secara biokimia. Menurut Fisher, et al (2002), cinta romantis dapat dipecah menjadi tiga kategori: lust, attraction, dan attachment yang masing-masing diwakilkan oleh hormon berbeda yang dihasilkan oleh otak. Singkatnya, cinta itu dapat dijelaskan secara sains.


Part 2: Kenapa percintaan termasuk salah satu keresahan bagiku?

Sederhana. Karena sebagian besar waktuku kuhabiskan untuk studi kedokteran, aku jadi khawatir.
"Kapan aku bisa terlibat dalam suatu percintaan ya?
Selama studi ini berlangsung, aku merasa sudah mengalami banyak kesulitan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu yang membuat aku pusing adalah kegiatan bersosialisasi. Aku sering kesusahan dalam mengatur waktu dan energi sosialku sehingga terkadang sering mengorbankan kehidupan pergaulan dengan teman, apalagi untuk cari pasangan hahaha.

Ada fase dimana aku sangat amat ingin memiliki pasangan hingga nekat mencoba dating apps yaitu Bumble dan Boo Chat. Tapi ya gitu, hanya berakhir sebagai teman atau sekadar kenalan. Semua terjadi karena aku rasa menjaga arus komunikasi dua arah agar tetap lanjut berjalan itu sangat susah. Kalaupun masih ngobrol, hanya tinggal ada vibes pertemanan. Selain itu, aku juga sadar bahwa aku terlalu meromantisasi suatu hubungan cinta dan memiliki konsep relasi percintaan yang kelewat idealis. Susah deh kalau sudah ada ekspektasi begini, realitanya terlalu njomplang

Ada pula fase dimana aku sangat tidak tertarik untuk memikirkan percintaan. Nah, kalau ini karena aku merasa belum selesai dengan diriku sendiri, belum menemukan orang yang dirasa cocok hidup berdampingan sesuai siklus hidupku, dan sejujurnya aku belum ada gambaran sama sekali tentang bagaimana berkomitmen dalam menjalin hubungan percintaan terutama karena aku tau bahwa dalam setiap hubungan itu pasti ada honeymoon period —jadinya aku masih bingung kalau periode ini selesai, apa yang sebaiknya kulakukan. Karena itu, aku merasa masih belum butuh jatuh cinta dengan lawan jenis.

Pada intinya yang membuatku resah adalah keterkaitan antara waktu dan manusianya. Keduanya bukanlah hal yang dapat diklasifikasikan ke variabel yang dapat kukontrol dan tidak ada yang pasti.

Part 3: Bagaimana harapanku ke depannya?

Untuk saat ini sebenarnya aku lagi di fase tidak tertarik untuk memikirkan percintaan, lebih-lebih karena otakku lagi panas memikirkan neurologi hahaha.

"trus, kalau lagi ga kepikiran, kenapa tiba-tiba membahas percintaan?"

Justru karena ituuu.
Aku jadi jauh lebih netral dalam memandang cinta, hal yang sederhana sekaligus rumit. Istilahnya, lebih bisa menata pikiran dan ada perkiraan mau dibawa kemana ke depannya.

Yang jelas, sejauh ini aku merasa cukup dengan hanya mendambakan suatu hubungan percintaan yang damai dan berpusat pada Tuhan Yesus. Yang tidak memiliki super high highs dan super low lows. Jadi, pada akhirnya hingga sekarang aku masih belajar bagaimana mengendalikan emosi terutama yang bernamakan cinta ini (meski belum ada yang bikin tertarik, persiapan diri dulu aja sih hehe).

Untuk menutup bacotanku ini, aku ada kutipan bait favorit dari suatu lagu tentang kisah cinta yang menurutku adalah kisah yang sungguh indah, polos dan murni.

A familiar wind blows towards you. My expression is the same as the day we first met. In the end, nothing really matters. We'll have the love forever that we wanted. Let's walk on our own endless path. Remembering us through countless seasons. Even if say I love you every day. Forever still isn't enough. Even as time goes by, I will always love you. — NCT Dream, Like We Just Met.

 

Terima kasih sudah membaca!
Have a blessed day~

Referensi bacaan:
1. Fisher, H. E., Aron, A., Mashek, D., Li, H., & Brown, L. L. (2002). Defining the brain systems of lust, romantic attraction, and attachment. Archives of Sexual Behavior, 31, 413-419. 
2. Sternberg, R. J. (1986). A triangular theory of love. Psychological Review, 93(2), 119. doi:10.1037/0033-295x.93.2.119

Sumber gambar:
1. Watson, S. (2017). The seven types of love: exploring the triangular theory of love. Elite Singles. https://www.elitesingles.ca/en/mag/find-match/consummate-love
2. Wu, K. (2017). Love, actually: the science behind lust, attraction, and companionship. Science in The News. https://sitn.hms.harvard.edu/flash/2017/love-actually-science-behind-lust-attraction-companionship/#:~:text=According%20to%20a%20team%20of,the%20brain%20(Table%201).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kupasan #1: Euforia SBMPTN