Kupasan #3: Rejected Confession (Part 2)
Sebelumnya:
Kupasan #3: Rejected Confession (Part 1)
(Skip aja Part 1, itu cuma prolog. Inti dari uneg-unegku ada di part 2 ini)
Hari Sabtu, 6 Agustus 2022, kukirimkan pernyataan cintaku pada kertas yang disisipkan di hadiah ulang tahunnya.
Malam harinya, aku membaca pesan balasan darinya. I had expected the answer, the worst case, tapi tetap saja sebagai manusia biasa, benteng pertahanan terkuat pun dapat runtuh kapan saja meskipun sudah dipersiapkan.
Aku sangat menghargai segala keputusannya dan bagaimana cara dia menyampaikannya kepadaku. Entah kenapa, aku bisa merasakan dengan jelas bagaimana bingungnya dia saat itu, dimana dia tidak mau menyakiti perasaanku tapi di saat bersamaan juga ingin menegaskan bahwa dia sedang tidak ingin memikirkan masalah percintaan untuk saat ini.
Bentar, mau ketawa, kok jadi formal banget ya wkwkwk. Pake bahasa yang non baku aja ya πππ
Aku emang ngerasa sedih begete waktu itu, tapi ya mau gimana lagi. Perasaan kan gaada yang bisa maksa dan aku tau di sini posisiku cuma mau menyatakan perasaan, bukan sampai mau nembak. Aku juga tau dia menolaknya itu dengan 'b aja' alias menurutku dia mungkin lagi di posisi seperti emotional numbness. Dia menghargai perasaanku, masih ngebolehin aku call dia, masih mau bersikap "normal" (meskipun waktu beneran ketemu, masih kerasa awkward karna yaaa emang butuh waktu buat dia bisa bersikap seperti dulu) dengan tidak mengabaikan confessionku, dan masih memperbolehkan aku melakukan apa saja yang aku inginkan.
TAPIIII, tetep aja aku nangis πππ
1. Aku tau dia maksudnya menghibur, tapi dia beneran ga ngasi jeda banyak buat aku nangis wkwkwk, gaada 3 menit langsung mencoba cari topik pembicaraan lain. Monmaap nihh, tapi aku sampe terheran-heran (hampir ngakak) waktu tiba-tiba dia ngebahas Anies Baswedan π Kayak... W GA PEDULI ANIES MAU NGAPAIN, W CUMA PENGEN NANGIS PLISSS.
2. Ngajak ketemuan aku, kayaknya sihh buat ngehibur aku juga. TAPI W KAN JADI SKNDNSKJLDHSH BINGUNG. Sisi negative thinkingnya: apakah aku semenyedihkan itu? aku benci dikasihani. Ya gapapa sih, bagus niatnya masih khawatir sama aku sebagai teman dekat, masih peduli dan mau menenangkan tangisanku. But seriously, yang kubutuhin waktu itu cuma nangis dan actually he doesn't have responsibility untuk menghibur aku. Di sini yang emang pengen confess kan aku, dan yaa kayaknya dia sedikit kaget karena kejadiannya emang cepat dan mendadak.
Besok paginya, hari Minggu, aku bilang ke doi kalo aku uda ga nangis lagi, uda ga perlu dihibur.
Ternyata bullshit. Aku hari Selasa nangis lagi. Rabu bengong kayak orang patah hati —eh emang bener sih :""")). Dan di hari Jumat, aku nangis sejadi-jadinya.
Kenapa?
He told me "Be happy & look that everything is still good"
No, big no.
My grandma passed away on Friday morning. Things don't go easy on me lately.
Tapi hari Sabtu-Minggu ini, akhirnya, i am feeling a lot better. Aku mulai benar-benar bisa berpikir dengan kepala dingin dan melihat dari segala sisi.
Jadi nih ya, uneg-uneg terakhir yang mau kusampaikan —moral of the story. Selama genap 1 minggu ini, aku sudah bisa merasakan ketenangan emosional dan mulai bisa mengambil hikmahnya *ceilahhhh.
1. Cinta itu anugerah. Ga semua bisa merasakannya, dan ga semua harus dicintai kembali dalam bentuk yang sama persis.
Aku memang mencintai doi sebagai lawan jenis saat aku menyatakan perasaan itu, tapi doi nggak. Doi sayang ke aku seperti dia menyayangi teman-teman yang lain.
2. Menyatakan perasaan memang banyak risiko. Memang bisa aja timbul penyesalan dan pengandaian seperti "andai aja aku ga confess, mungkin kami ga bakal awkward kayak sekarang". Tapi, juga bisa membuat aku lega dan berhenti berasumsi yang tidak sesuai akal sehat (alias baper berlebihan).
Aku sudah melewati fase capek nangis. Sekarang, sudah bisa ikhlas —yaudah, mau diapain lagi? Justru dengan rangkaian kata yang dikirimkan doi, aku jadi merefleksikan hidupku.
Apa yang sesungguhnya ingin aku cari di dunia ini?
Salah satu alasan doi waktu itu adalah tentang study and career, juga memang sedang tidak memiliki perasaan cinta lawan jenis ke siapapun.
Sedangkan aku sendiri, bagaimana? Study and careerku sepertinya sedang menertawakanku hahaha.
3. He said "Harshly, I'm saying move on".
Jawaban ini kudu banget dicetak tebal sihhh. Inti dari penjelasan dia yang sangat panjang ada di sini. Dari titik ini, aku sadar, sosok yang memang diciptakan buat menemaniku (sebagai pasangan) nggak akan membuatku "menunggu" terlalu lama. Dan bukan dia orangnya. Aku tau, dia juga tidak ingin dikejar, jadi kalaupun nanti aku berusaha, kemungkinan besar itu semua akan sia-sia.
Sekian curhatan kali ini, thank you to my soon-to-be ex crush udah mau ngebales surat confessionku dengan sangat jelas dan penuh niat baik, aku belajar banyak dari kamu!^^ Kalo kata Raisa nih:
Ku terpikat pada tuturmu
Aku tersihir jiwamu
Terkagum pada pandangmu
Caramu melihat dunia
Kuharap kau tahu bahwa ku
Terinspirasi hatimu
Ku tak harus memilikimu
Tapi bolehkah ku selalu di dekatmu
(Raisa - Jatuh Hati)
Mungkin emang aku ga bisa yang auto hilang rasa sih, tapi aku sudah ga memikirkan kamu ke arah yang romantis-percintaan lagi wkwk.
Jadi, kita bisa balik lagi temenan kayak dulu!! I'll tell you my other fun stories yang mungkin kamu belum pernah dengar >.<
Sebagai penutup, aku ada sedikit pesan buat kalian semua yang baca ini sampai akhir:
Berdamailah dengan perasaan cinta. Cinta mungkin bisa menyakitkan, tapi tidak ada salahnya dengan mencoba menyambutnya dengan tangan terbuka lebar. Karena, ada banyak sisi yang dapat kau pelajari dari rasa cinta itu sendiri.
Dengan berakhirnya ketikan ini, berakhir pula roman picisanku dengan manusia satu ini. See you on top, bestie terbaikku!
Komentar
Posting Komentar